Kontroversi Kisah Nabi Yusuf

Firman Allah Ta’ala

Dari group whatsapp

“Kemudian datanglah kelompok orang-orang musafir, lalu mereka menyuruh seorang pengambil air, maka dia menurunkan timbanya, dia berkata: “Oh; kabar gembira, ini seorang anak muda!” kemudian mereka menyembunyikan dia sebagai barang dagangan. dan Allah Maha mengetahui apa yang mereka kerjakan.

Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, yaitu beberapa dirham saja, dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf .
Dan orang Mesir yang membelinya berkata kepada isterinya: “Berikanlah kepadanya tempat (dan layanan) yang baik, boleh jadi dia bermanfaat kepada kita atau kita pungut dia sebagai anak.” dan demikian pulalah Kami memberikan kedudukan yang baik kepada Yusuf di muka bumi (Mesir), dan agar Kami ajarkan kepadanya ta’bir mimpi. dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.” (QS. Yusuf: 19-20)

Penafsiran ayat ini memiliki beberapa versi, Ibnu Abbas menuturkan bahwa saudara-saudara Yusuf menjadikannya barang dagangan ketika diketahui ada sebuah rombongan yang mengeluarkannya dari sumur tempat dimana ia disembunyikan. Merekapun segera menghampiri dan berkata: “Hey, apa yang telah kalian perbuat! Dia ini sesungguhnya budak kami yang sedang melarikan diri.”

Kemudian mereka berkata kepada Yusuf dalam bahasa Ibrani, “Silahkan pilih, kamu mengaku sebagai budak kami yang taat, kemudian kami menjualmu kepada mereka, atau sebaliknya kamu tetap bersama kami, namun keselamatanmu terancam.”

Yusuf akhirnya menyetujui, iapun berpura-pura menjadi budak saudara-saudaranya, kemudian dibelilah Yusuf oleh rombongan yang hendak menuju Mesir dengan harga murah yaitu beberapa dirham.

Dalam kisah lain “Dikatakan” bahwa Yahudza, kakak Yusuf yang merupakan anak ke-empat Nabi Yakub, ia menasehati dengan bahasa yang difahaminya untuk menuruti keinginan saudara-saudaranya, ia kawatir jika hal itu tidak dilakukan, maka saudara-saudaranya bisa membunuhnya.

Yusuf menyembunyikan rahasia yang terjadi antara dirinya dan saudara-saudaranya di hadapan rombongan, karena ditakutkan akan kenekatan saudara-saudara, kemudian berkatalah salah seorang dari rombongan yang “katanya” bernama Malik bin Za’ar (مالك بن ذعر); “Demi Tuhan, kriteria seorang budak sepertinya tidak terdapat pada anak ini”. Ungkapan Malik bukan tanpa alasan, karena seorang budak sangat berbeda dengan orang merdeka, mulai dari penampilan, karakter, kebiasaan dan kecendrungan, biasanya budak terlihat lebih kasar dari manusia merdeka pada umumnya. Sedangkan apa yang terjadi pada Yusuf itu bertolak belakang, ia tampan, lembut, putih, terurus dan berakhlak.

Mendengar pernyataan Malik, saudara-saudara berusaha menyangkal seraya berkata, “Ya, yang demikan karena ia dididik dalam lingkungan kami, dibentuk karakternya dengan akhlak yang kami ajarkan kepadanya dan beradab sesuai dengan adab kami.”

Kemudian Malik bertanya kepada Yusuf, “Benarkah apa yang dikatakan mereka wahai anak muda.” Yusuf menjawab; “Benar, sesungguhnya aku ini dididik dan dibesarkan mereka sehingga berakhlak dengan akhlak mereka.” Maka terjadilah transaksi diantara mereka dengan harga rendah.

“Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, yaitu beberapa dirham saja, dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf .”

Dalam kisah lain, “Konon katanya” Yahudza melihat adiknya dari kejauhan telah dikeluarkan dari sumur, kejadian ini segera dilaporkan kepada saudara-saudaranya, kemudian mereka datang dan menjual Yusuf kepada rombongan yang menemukannya.

Dalam kisah lain “Dikatakan” mereka datang kembali ke sumur setelah beberapa waktu dan mendapati Yusuf sudah tidak berada di tempat, namun ada bekas jejak rombongan, maka dikejarlah oleh mereka dan berkata kepada rombongan yang membawa Yusuf, bahwa anak itu adalah budak kami, kemudian terjadilah transaksi sebagaimana disebutkan.

Dalam Perjanjian Lama juga “disebutkan” bahwa yang menjaul Yusuf ialah saudara-saudaranya, ia dijual kepada rombongan dagang yang “katanya” dari Ismael yang datang dari Gilead mengangkut barang ke negeri Mesir.

“Lalu kata Yehuda kepada saudara-saudaranya itu: “Apakah untungnya kalau kita membunuh adik kita itu dan menyembunyikan darahnya?.” “Marilah kita jual dia kepada orang Ismael ini, tetapi janganlah kita apa-apakan dia, karena ia saudara kita darah daging kita.” “Dan saudara-saudaranya mendengarkan perkataannya itu.” “Ketika ada saudagar-saudagar Midian lewat, Yusuf diangkat ke atas dari dalam sumur, kemudian dijual kepada orang Ismael itu dengan harga 20 syikal perak. Lalu Yusuf dibawa mereka ke Mesir.”

Yusuf akhirnya dibawa rombongan tersebut ke Mesir, negeri yang peradabannya jauh lebih maju dari tempat tinggalnya di Palestina yang hanya mengandalkan bercocok tanam. Disana ia dijual kepada seorang pejabat.

“Dan orang Mesir yang membelinya berkata kepada isterinya: “Berikanlah kepadanya tempat (dan layanan) yang baik”

Ibnu Abbas berkata bahwa orang Mesir yang dimaksud bernama Qithfir (قطفير), ia merupakan menteri dalam jajaran kabinet raja Mesir yang dikenal dengan sebutan Fir’aun (فرعون). “Konon katanya” raja ini beriman kepada ajaran Yusuf, ketika ia meninggal, Yusuf sudah menjadi pejabat Negara sebagai bendaharawan. Adapun raja setelahnya “dikatakan” ia tidak beriman dan menolak risalah tauhid yang dibawa Nabi Yusuf.

Penafsiran lainya dari kisah Yusuf, Imam Al Qurthubi menuturkan perihal nominal harga jual Yusuf. Dikutip dari Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Qatadah dan As Suddi yaitu berkisar 20 Dirham, kemudian saudaranya yang berjumlah 10 mengambil jatah 2 Dirham per-orang. Abu al Aliyah, Muqatil dan Mujahid, mereka berkata; 22 Dirham, jumlah saudaranya 11 orang, masing-masing mendapat 2 dirham . Sedangkan Ikrimah mengatakan; 40 Dirham.

Dalam tafsiran lainnya, Imam Al Qurthubi menuturkan bahwa pembesar Mesir yang membeli Yusuf dari Malik bin Za’ar (مالك بن ذعر), ada yang “mengatakan” Malik bin Da’ar (مالك بن دعر), ia membelinya seharga 20 Dinar. Ada yang “menyebut” Yusuf dibeli dari seseorang yang lemah lembut, ada yang “menyebut” dibeli setara dengan harga minyak kasturi.(المسك) atau seharga satu baju sutera (الحرير), atau senilai emas (الذهب). Hal ini sebagaimana juga dikatakan Wahab bin Munabbih. . Yang lain “mengatakan” senilai perak.

Kemudian perihal nama-nama pelaku sejarah yang menghiasi surat Yusuf, Imam Al Qurthubi menuturkan bahwa Adh Dhahhak berkata; “Orang yang membeli Yusuf adalah seorang pembesar dari Mesir, lebih dikenal dengan Al Aziz. (العزيز)”. As Suhaily berkata namanya Qithfir (قطفير), menurut Ibnu Ishak ia bernama Athfir bin Ruihab (أطفيربن رويحب) atau Ithfir (إطفير) dan ada juga yang “menyebutkan” Potifar (فوتيفار).

Ibnu Abbas berkata; “Sesungguhnya yang telah membeli Yusuf bernama Qithfir yaitu seorang menteri di negeri Mesir, Rajanya bernama Ar Rayyan bin al Walid (الريان بن الوليد), ada juga yang “mengatakan” Al Walid bin ar Rayyan (الوليد بن الريان) berasal dari Amaliq (رجل من العمالقة), “konon katanya” nasabnya sampai kepada Syam putra Nabi Nuh. “disebutkan” Ar Rayyan bin Al Walid bin Tsarwan bin Arasyah bin Qaran bin ‘Amru bin Imlaq bin Lawidz bin Syam bin Nuh.

Ada yang “mengatakan” raja Mesir tersebut ialah Fir’aun di era Nabi Musa yang “katanya” hidup selama empat ratus tahun, sebagaimana perkataan Nabi Musa yang diabadikan dalam Al Qur’an; “Dan sesungguhnya telah datang Yusuf kepadamu (Fir’aun) dengan membawa keterangan-keterangan, tetapi kamu senantiasa dalam keraguan tentang apa yang dibawanya,” . Ada juga yang “mengatakan” Fir’aun di era Nabi Musa merupakan anak dari Fir’aun era Nabi Yusuf.

Menurut Dr. Bouhamdi, guru kami, seorang budayawan serta dosen Fakultas Adab dan Humaniora di Universitas Cidi Mohammed Ben Abdellah kerajaan Maroko, bahwa setiap bangsa Mesir yang menjadi raja, ia digelari Fir’aun, adapun selain bangsa Mesir, ia tidak digelari dengan Fir’aun.

Sama halnya dengan Yusuf sekalipun ia bisa menjadi penguasa, tapi tidak mungkin digelari dengan Fir’aun, karena ia berasal dari kalangan Bani Israil atau orang Ibrani sebagaimana “disebut” dalam Perjanjian Lama.

Adapun nama isteri Al Aziz sang menteri di Mesir, disebutkan Ibnu Ishak bahwa Athfir bin Ruihab membeli Yusuf untuk dihadiahkan kepada isterinya yang bernama Ra’il bin Ramayil (راعيل بن رماييل), Al Mawardi menyebutkan hal senada.

“Dikatakan” nama isteri Al Aziz adalah Zulaikha atau Zalikha (زليخا), penyebutan Zulaikha “kemungkinan” lebih kepada panggilan Ra’il sebagaimana diutarakan Ibnu Katsir. “Dikatakan” juga namanya Faka binti Yanus (فكا بنت ينوس). Hal ini sebagaimana diriwayatkan Ats Tsa’labi dan yang lainnya.

Dalam kisah lain “dikatakan” bahwa Zulaikha menikah dengan Yusuf di kemudian hari, Ibnu Ishak menjelaskan, ketika Nabi Yusuf berkata kepada raja Mesir, “Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan” .

Rajapun berkata: “Aku telah mengangkatmu”, Maka Yusuf resmi memangku jabatan sebagaimana posisi yang pernah diduduki Ithfir, sementara itu Ithfir dicopot dari jabatannya. Allah Ta’ala berfirman “Dan demikianlah Kami memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri Mesir; (dia berkuasa penuh) pergi menuju kemana saja ia kehendaki di bumi Mesir itu”

“Diriwayatkan” Ibnu Abu Hatim, dari Ibnu Ishaq, ia berkata; “Diceritakan” kepadaku namun wallahu’alam, “dikabarkan” Ithfir meninggal dunia pada malam harinya, dan (kemudian) raja Ar-Rayyan bin al-Walid, menikahkan yusuf dengan istri Ithfir yang bernama Ra’il. Ketika perempuan tersebut masuk menemuinya (Yusuf), ia berkata: “Bukankah ini lebih baik dari apa yang dahuku kamu (Ra’il) hasratkan?”

Ibnu Ishaq berkata: “menurut” mereka Ra’il menjawab, “Wahai lelaki yang jujur, janganlah mencelaku, sebagaiman engkau lihat aku seorang perempuan baik nan berparas elok dikarunia nikmat (hidup) berada di tengah kekuasaan dan kemewahan duniawi. Sementara pendamping hidupku dulu tidak pernah menyentuh perempuan, dan engkau sebagaimana telah dijadikan Allah memiliki ketampanan dan kegagahan, sehingga aku dikuasai nafsu dikarenakan apa yang aku lihat.”

Kemudian mereka “mengatakan” bahwa yusuf mendapatkannya (Ra’il), sedang ia masih perawan, kemudian menikah, maka iapun melahirkan dua orang putra: (1) Afraim bin Yusuf (أفرائيم بن يوسف), (2) Misya bin Yusuf (ميشا بن يوسف).

Afraim memiliki seorang putra bernama Nun (نون); ayah dari Yusa’ bin Nun (يوشع بن نون), dan seorang putri bernama Rahmah istri Nabi Ayyub.

Pendapat semisal diutarakan dari Zaid bin Aslam dan juga Wahab bin Munabbih dari kalangan Tabi’in, Wahab ialah seseorang yang dikenal dengan riwayat-riwayat “Israilliyat” . Wahab berkata; “Bahwa Zulaikha menikah dengan Yusuf.”

Pendapat lain, bahwa Zulaikha bukanlah isteri Nabi Yusuf. Karena tiada riwayat yang bisa dipertanggungjawabkan tentangnya. Allahu A’lam

Setelah kita melihat pemaparan Imam Al Qurthubi mengenai tafsir surat Yusuf, terdapat beberapa pertimbangan yang bisa dijadikan pembanding dan pengetahuan baru dalam mencari fakta, diantaranya;

(1) Siapa yang dimaksud “mereka merasa tidak tertarik hatinya”
(2) Penamaan para pelaku sejarah
(3) Siapa sebenarnya Isteri Nabi Yusuf
(4) Sosok Isteri al-Aziz di Mesir
(5) Saksi-saksi dalam kisah Nabi Yusuf
(6) Petikan Hikmah
(7) Dan bahasan menarik lainnya.

Nah, bahasan selengkap, sedalam, dan sedetail-detailnya hanya ada di naskah terbaru yang sedang kami persiapkan. Doanya kawans.

✍️ GNAP – Pengasuh ISCO (Islamic Studies Center Online)

📮 Silakan dishare sebanyak-banyaknya. Moga Allahﷻ catat sebagai amal jariyah.

⛔ Dilarang mengubah teks tulisan dan yang berkaitan dengannya tanpa izin penulis.

Follow ISCO (Klik):

👉Telegram: http://bit.ly/telegramISCO
👉Fanpage: http://bit.ly/kajianISCO
👉WhatsApp: http://bit.ly/waISCO
👉Youtube: https://bit.ly/ISCOChannel
👉Instagram: https://bit.ly/infoISCO

Baarakallah fikum

Ket. Foto: Potret Mesir Terkini